Ketika masa Rosululluh masih hidup, tidak dikenal adanya aturan wajib, sunat, mubah, makruh dan haram. Umat Islam waktu itu spesialuntuk mengenal isitilah "ittiba'" artinya mengikuti petunjuk dan sikap Rasulullah. Aturan aturan yang 5 tersebut, muncul sehabis Rasul wafat, digolong-golongkan oleh mahir hukum. Setiap dari kaum muslimin yang bertanya akan suatu aturan pada waktu itu, eksklusif dikerjakan tanpa bertanya lagi akan aturan dan alasannya. Mereka tidak tertarik dengan hal-hal yang bersifat filosofis atau perincian yang njlimet.
Dalam memilih sebuah aturan atau menjawaban sebuah pertanyaan, Rasul tidak mempersembahkan jawabanan yang sangat detail dan kaku, namun lebih bersifat umum. Hal ini gres diketahui hikmahnya, ibarat halnya Al Alquran yang mempersembahkan aturan secara garis besar, maka Rasul pun (hadits) mempersembahkan peluang seluas-luasnya kepada generasi selanjutnya dalam memilih sebuah aturan secara khusus dengan metode budi dan logika (ijtihad). Namun demikian, walaupun dia mempersembahkan kebebasan seluas-luasnya, ada aturan yang mesti dipegang yakni :
"Hendaknya engkau mengikuti sunahku dan sunnah khulafaurasyidin yang mendapat petunjuk dimasa lalu dariku" (HR Ahmad, Abu Daud, AtTurmuzi, Ibn Majah).
Karena apa yang disampaikan Rasul masih ada yang bersifat umum ditambah pengetahuan akan nalar/qiyas orang tidak sama-beda maka timbullah pemahaman yang tidak sama pula. Penyebabnya yaitu alasan geografis atau tempat tinggal, dimana orang-orang yang jauh dari wilayah Rasul secara logika akan lebih sedikit mendapat gosip akan sebuah aturan permasalahan (hadits) dibanding dengan orang yang akrab dengan Rasul. Karena perbedaan inilah, timbul golongan-golongan dengan pemahaman tidak sama yang lalu disebut mazhab.
Awal mula timbulnya mazhab ini bersifat kedaerahan dipimpin oleh seorang yang paling menonjol dalam bidang hukum. Mazhab paling besar pada waktu itu yaitu Mazhab Iraq dan Mazhab Hijaz. Mazhab Hijaz menggunakan pendekatan aturan/qiyas menurut hadits yang sudah ada, sedangkan mazhab Iraq menurut nalar/logika. Penggunaan budi lebih condong digunakan mazhab Iraq, alasannya yaitu hadits yang beredar di Iraq pada waktu itu sangat sedikit alasannya yaitu susahnya distribusi hadits yang memang masih dari lisan ke mulut. Sesudah itu, timbulah mazhab-mazhab gres dan yang paling masyhur serta diakui sebagai mahir sunnah wal jamaah yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.
Para mahir aturan sudah setuju bahwa ke empat Imam tersebut, sudah diakui sebagai imam mujtahid yang memenuhi syarat keilmuan dalam melaksanakan ijtihad, alasannya yaitu mahir dalam aturan Islam serta memiliki pengetahuan yang sangat luas wacana syari'at Islam. Mazhab dia sudah dienal di seluruh pelosok dunia dan tidak menjadi permasalahan di seluruh pelosok dimana kaum muslimin berada.
Jadi sanggup difahami bahwa mazhab yang sudah berujud kitab-kitab berjilid-jilid yang kini banyak beredar (kitab kuning) bukan dilema gres dalam Islam. Dia bukan dinding pemisah yang menjauhkan umat Islam dari Alquran dan hadits, namun justru dengan sumber-sumber itulah, umat Islam ditunjukan bagaimana cara memahami Al Alquran dan hadits dengan benar secar ilmiah dan sanggup dipertanggungjawabankan, bukan menurut budi pribadi masing-masing. Wallahu a'lam.
Dalam memilih sebuah aturan atau menjawaban sebuah pertanyaan, Rasul tidak mempersembahkan jawabanan yang sangat detail dan kaku, namun lebih bersifat umum. Hal ini gres diketahui hikmahnya, ibarat halnya Al Alquran yang mempersembahkan aturan secara garis besar, maka Rasul pun (hadits) mempersembahkan peluang seluas-luasnya kepada generasi selanjutnya dalam memilih sebuah aturan secara khusus dengan metode budi dan logika (ijtihad). Namun demikian, walaupun dia mempersembahkan kebebasan seluas-luasnya, ada aturan yang mesti dipegang yakni :
"Hendaknya engkau mengikuti sunahku dan sunnah khulafaurasyidin yang mendapat petunjuk dimasa lalu dariku" (HR Ahmad, Abu Daud, AtTurmuzi, Ibn Majah).
Karena apa yang disampaikan Rasul masih ada yang bersifat umum ditambah pengetahuan akan nalar/qiyas orang tidak sama-beda maka timbullah pemahaman yang tidak sama pula. Penyebabnya yaitu alasan geografis atau tempat tinggal, dimana orang-orang yang jauh dari wilayah Rasul secara logika akan lebih sedikit mendapat gosip akan sebuah aturan permasalahan (hadits) dibanding dengan orang yang akrab dengan Rasul. Karena perbedaan inilah, timbul golongan-golongan dengan pemahaman tidak sama yang lalu disebut mazhab.
Awal mula timbulnya mazhab ini bersifat kedaerahan dipimpin oleh seorang yang paling menonjol dalam bidang hukum. Mazhab paling besar pada waktu itu yaitu Mazhab Iraq dan Mazhab Hijaz. Mazhab Hijaz menggunakan pendekatan aturan/qiyas menurut hadits yang sudah ada, sedangkan mazhab Iraq menurut nalar/logika. Penggunaan budi lebih condong digunakan mazhab Iraq, alasannya yaitu hadits yang beredar di Iraq pada waktu itu sangat sedikit alasannya yaitu susahnya distribusi hadits yang memang masih dari lisan ke mulut. Sesudah itu, timbulah mazhab-mazhab gres dan yang paling masyhur serta diakui sebagai mahir sunnah wal jamaah yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.
Para mahir aturan sudah setuju bahwa ke empat Imam tersebut, sudah diakui sebagai imam mujtahid yang memenuhi syarat keilmuan dalam melaksanakan ijtihad, alasannya yaitu mahir dalam aturan Islam serta memiliki pengetahuan yang sangat luas wacana syari'at Islam. Mazhab dia sudah dienal di seluruh pelosok dunia dan tidak menjadi permasalahan di seluruh pelosok dimana kaum muslimin berada.
Jadi sanggup difahami bahwa mazhab yang sudah berujud kitab-kitab berjilid-jilid yang kini banyak beredar (kitab kuning) bukan dilema gres dalam Islam. Dia bukan dinding pemisah yang menjauhkan umat Islam dari Alquran dan hadits, namun justru dengan sumber-sumber itulah, umat Islam ditunjukan bagaimana cara memahami Al Alquran dan hadits dengan benar secar ilmiah dan sanggup dipertanggungjawabankan, bukan menurut budi pribadi masing-masing. Wallahu a'lam.